Rabu, 24 Juni 2009

BAB III TENTANG KEBIJAKSANAAN

Satu-satunya sikap hidup yang penting untuk dimiliki setiap orang adalah kebijaksanaan.Namun cukup disayangkan pelajaran hal kebijaksanaan tersebut tidak pernah diajarkan dalam ruang kelas anak-anak didik kita, sehingga mereka tidak pernah tahu apa sejatinya makna sebuah kebijaksanaan, dan akhirnya lembaga pendidikan kita hanya mencetak manusia-manusia pintar tetapi tidak bijaksana.


Tatkala kita menomorsatukan kecerdasan (IQ) di atas segala-galanya seiring dengan itu sering orang terjebak mengakui dan menganggap dirinya sendiri sebagai orang yang bijaksana menurut kaca mata dan ukuran kita sendiri-sendiri.


Tidak ada orang lebih buruk dan berbahaya dari pada yang menganggap dirinya paling bijaksana dibanding siapapun.


Orang bijaksana biasanya tidak hanya memiliki neraca rugi laba dalam menjalani hidup kesehariannya, tetapi mereka juga memiliki neraca dosa dan pahala dalam menyikapi hidup di akherat kelak.


Acapkali terjadi bahwa penderitaan seperti stress, frustrasi, depressi dan berbagai gangguan kejiwaan lainnya bersemayam dalam dada karena justru kita sendiri yang menyetujuinya, tanpa mau berjuang sungguh-sungguh menaklukkan berbagai penderitaan yang menyakitkan tersebut.


Anda pantas disebut pahlawan atas diri sendiri tatkala telah mampu menaklukkan berbagai sikap-sikap negatif seperti rendah diri, kemalasan, tinggi hati, kemalasan, iri hati dan lain sebagainya.


Tirulah kebaikan dan kemurahan hati sang fajar, semua orang dapat menikmati kehangatan sinarnya tanpa pernah pilih kasih dan pandang bulu apapun jenis warna kulit kita.

Tirulah kemuliaan sang tanaman padi, ia tidak hanya mencari makan untuk dirinya sendiri tetapi juga sanggup memberi kita makan.


Tirulah keikhlasan pepohonan bunga dalam berbagi kebahagiaan.Wewangian yang dimilikinya tidak hanya dinikmatinya sendiri, tetapi dengan sukacita dipersembahkannya untuk dinikmati seluruh alam.


Tirulah kepasrahan pepohonan dalam menyikapi garis hidup yang telah ditetapkan alam baginya.Tatkala mereka ditakdirkan hidup, tumbuh, beranak pinak dan mati di suatu tempat yang telah ditetapkan baginya, maka semua garis hidup itu akan mereka lakoni dengan kepasrahan dan ketabahan yang sangat total.


Jangan pernah mengeluh seperti ini :”Untuk apa aku dilahirkan di muka bumi ini jika hanya untuk menanggung derita dan sial melulu.” Tentu ibu yang melahirkanmu tidak pantas dipersalahkan atau dikambinghitamkan dalam soal ini, dan beliau juga akan sedih dan kesal mendengar keluhanmu itu.Betapa tidak, karena bukankah ibumu sendiri lahir di muka bumi ini bukan kehendaknya dan pilihannya sendiri.Begitu juga nenekmu ibu dari ibunya sendiri.Yang jelas kita semua begitu saja lahir dimuka bumi tanpa adanya campur tangan kehendak dan pilihan hidup kita.Terlepas dari semua itu, yang penting kita syukuri saja bahwa kita lahir di muka bumi dalam wujud spesies manusia.Sekiranya yang Tuhan Yang Maha Pencipta menetapkan bahwa kita lahir sebagai seekor monyet maka jadilah kita menjadi seekor monyet.


Semua orang kayaknya akhirnya tidak bisa tidak harus menjalani garis hidup (takdir) yang telah ditetapkan-Nya sesuai dengan kadar kemampuan dan ketabahan kita masing-masing.Karena itu, sadar atau tidak jika hari naas atau apes itu telah tiba saatnya, maka kita akan begitu saja mudah ditipu si penipu,dikhianati si pengkhianat, dan lain sebagainya.Begitulah dinamika kehidupan, si penipu hidup karena ada orang yang hendak ditipu.Si pengkhianat hidup karena ada orang mau dikhianati dan lain sebagainya. Sebagai orang yang menjadi korban objek penderita tentu dengan sendirinya kita tidak boleh membalas dendam untuk mengkorbankan orang lain.


Sekiranya kita mau berpikir bijaksana dan lapang dada, tidaklah pantas jika kita berkeluh kesah atau menyumpah serapah hanya gara-gara kebetulan pada suatu kali kita diterpa terik matahari yang begitu panasnya.Karena bisa jadi terik matahari tersebut memang sangat dibutuhkan tumbuh-tumbuhan dan untuk merekahkan biji-bijian yang telah berkecambah, merekahkan telur-telur unggas agar anak-anaknya bisa keluar dari cangkangnya, yang merupakan kodrat alam dalam upaya mengembangbiakkan keturunan dan pelestarian habitatnya.Bisa jadi juga sangat dikehendaki para petani untuk mengeringkan hasil panenannya agar bisa dibawa ke penggilingan agar mereka menikmati hasil jerih payah sebelumnya.Atau memang bisa jadi memang sangat dinantikan-nantikan para pedagang es dawet, es lilin atau es cendol yang sebelumnya sepi dari pembeli karena hari-hari kemarin sering turun hujan hingga mereka sangat sulit memenuhi nafkah buat isteri dan anak-anaknya.


Ketika kemiskinan kebetulan menimpa Anda, maka tidak ada pilihan lain bagi Anda kecuali dituntut sekuat tenaga bisa keluar dari lingkaran kemiskinan sesegera mungkin.Ingat,nasib dan masa depan Anda sebenarnya tergantung sejauh mana Anda mampu mengubah nasib Anda sendiri.


Selama ada gravitasi bumi, jatuh atau kegagalan Anda dalam hidup adalah hal yang biasa-biasa saja.Ketika kita putus asa untuk mencoba bangkit kembali maka sejak saat itu Anda tidak layak lagi tinggal di bumi.


Ketika sebuah komunitas masyarakat telah begitu akrab dengan falsafah-falsafah negative seperti yang kuat memakan yang lemah, yang pintar mengakali-akali yang bodoh, jangankan yang haram yang halal saja susah dapatnya, emangnya gue pikirin, siapa lu siapa gue, prinsip aji mumpung, hukum dibuat untuk dilanggar dan lain sebagainya, maka cepat atau lambat bangsa ini akan menemui kehancurannya, dan bisa jadi tinggal menghitung hari saja.


Banyak orang miskin tidak bisa keluar dari lingkaran kemiskinannya bisa jadi karena otak mereka hanya berpikir jangka pendek saja.Bagaimana mungkin otak mereka bisa memikirkan program jangka panjangnya sementara untuk memikirkan makan untuk hari ini dan besok hari saja otak mereka sudah mau pecah memikirkannya

.

Ayahku sering mengajariku tentang materi pelajaran kebijaksanaan dan ketegaran hidup yang tidak pernah kuperoleh di bangku sekolah.


Politisi dan pengacara biasanya memiliki sejuta alasan atau dalil pembenaran demi mempertahankan pendapat atau sikap mereka yang sebenarnya salah.


Banyak orang bilang nasib itu bagai roda berputar, terkadang di atas terkadang di bawah.Cuma lagi ketika nasib kita kebetulan lagi berada di posisi bawah, kita sering tidak sabaran dan mengira roda tersebut telah berhenti berputar untuk selamanya.


Sekali waktu kupikir jauh lebih enak dan nikmat hidup jadi seekor burung, bisa terbang ke mana saja dia suka di angkasa luas yang tidak terbatas, dan bisa makan apa saja yang telah disediakan oleh alam.Ketika kulihat banyak burung yang terpenjara dalam sangkar dan ada juga yang dijadikan salah satu menu masakan burung goreng, baru kusadari bahwa ternyata hidup menjadi seekor burung tidak selamanya enak.Kebahagiaan sebenarnya tergantung bagaimana kita menyikapi dan menyiasati peran hidup kita masing-masing, tanpa membanding-bandingkannya dengan orang lain.


Ketika derita kemiskinan telah melewati ambang batas seseorang menahankannya, terkadang bisa membuat orang tersebut berani merampas harta orang lain bahkan nyawa orang. Tapi cukup disayangkan banyak orang kaya kurang menyadari hal tersebut.Ternyata banyaknya harta yang mereka miliki tidak sertamerta membuat nyawa mereka semakin aman, justu membuat nyawa mereka semakin terancam diincar mereka-mereka serba kekurangan.Lihatlah betapa banyaknya sekarang ini mass media memberitakan banyak orang kaya mati mengenaskan karena dirampok dan dibunuh mereka-mereka yang serba kekurangan.


Dalam situasi isi dompet telah kosong melompong, mimpi dapat uang di jalanan cukup membuat hati berbunga-bunga. Duh, ketika kita terbangun seketika itu juga hati yang berbunga-bunga akhirnya layu dan membeku bagai salju.


Jangan anggap remeh dengan sebuah kelembutan.Karena air yang begitu lembut suatu saat bisa mengikis batu karang, air yang membeku bisa merobek dinding baja kapal, dan gelombang tsunami bisa meluluhlantakkan banyak kota.


Kiamat kayaknya memang sudah semakin mendekat.Lihatlah alam,kebudayaan,keseniaan, kemanusiaan dan keimanan kita saat ini yang telah semakin kering dan gersang.Bukankah Tuhan sendiri pernah mengingatkan dalam kitab suciNya bahwa ketika berbagai kenikmatan itu telah dicabut dari muka bumi ini maka itu adalah isyarat bahwa kiamat sudah semakin mendekat.


Stress memang harus dimanejemani.Jangan sempat terjadi justru stress yang mengendalikan hidup Anda tetapi Andalah yang mengendalikan stress Anda.


Nasib baik ternyata tidak selamanya berpihak pada mereka yang jujur.Anehnya di zaman yang agak edan ini, nasib baik itu justru lebih sering berpihak pada mereka yang tidak jujur.Namun mereka yang berpegang pada kebenaran, betapapun menjanjikannya imbalan yang diperoleh dari sebuah ketidakjujuran tentu mereka tidak sudi menggadaikan kejujurannya.Hidup jujur di tengah komunitas mereka yang tidak jujur tidak mudah, bahkan sering dianggap sebagai manusia aneh, sinting dan sering dikucilkan. Hal ini mirip dengan cerita anekdot yang mengkisahkan seorang yang berbusansa lengkap dan rapi malah diledek dan dihujat sebagai manusia porno di tengah-tengah komunitas kaum nudis.Dalam situasi seperti ini maka logika kebenaran akhirnya jadi amburadul alias jungkir balik dan berpendapat bahwa siapa yang jujur akan terbujur.


Jika musibah boleh diklasifikasikan, aku pikir musibah itu ada dua bentuk.Pertama, musibah yang memang berasal dari Allah seperti gempa, angin topan, banjir,kekeringan dan lain sebagainya.Kedua, musibah yang berasal dari perbuatan-perbuatan orang yang menyakitkan kita seperti ditipu, diperkosa, difitnah, dianiaya dan lain sebagainya.Untuk musibah bentuk pertama, sebagai manusia beriman kita harus menyikapi musibah tersebut dengan tabah dan sabar.Tapi untuk musibah bentuk kedua---musibah dalam bentuk ini sebenarnya lebih cocok disebut malapetaka atau nasib sial--- tentu tidak semua orang bisa menyikapi hal itu dengan tabah dan sabar.Kini persoalannya, bersalah dan berdosakah kita jika kita tidak pernah sudi mema’afkan orang yang telah menyakiti kita ? Dan apakah Allah sendiri akan berkenan menerima permohonan ma’afnya sementara kita yang menjadi korban pesakitan belum mema’afkannya?


Di tengah risau dan galaunya aku memikirkan nasib yang tidak putus dirundung malang---rumah, mobil, tabungan semua sudah habis tersita dan terkuras kandas--- duh, tiba-tiba ban sepeda motorku kempes kena paku.Uang yang tersisa di saku hanya tinggal sepuluh ribu rupiah terpaksa dikurangi lima ribu rupiah untuk upah tambal ban.Kasus ini sebenarnya tidak terlalu tragis jika aku masih berstatus bujangan,toh aku sendiri yang bisa merasakan kegetiran ini lagi pula aku masih bisa meminta sama orang tuaku.Tapi nyatanya saat ini aku punya seorang isteri dan tiga orang anak yang akan beranjak remaja.Aku bingung dan gamang menghadapi semua ini, sementara pernjalanan hidup itu sendiri masih panjang terbentang.Ya Allah, cobaan jenis apa lagi ini, ternyata dalam situasi segetir inipun aku harus berbagi rezeki dengan si tukang tambal ban.Yah, sudahlah mungkin di dalam uangku itu memang ada bagian rezekinya. Di saat- saat seperti ini biasanya aku sedikit terhibur jika teringat nasehat mendiang ayahku yang berkata,”Ingat, sepanjang kita masih hidup itu berarti pintu rezeki masih dibukakan Allah buat kita, minimal kita masih diberi nafas olehNya. Itu berarti kita masih diberi kesempatan untuk berusaha.Jika memang pintu rezeki itu telah ditutup, maka dengan sendirinya nafas kitapun akan dicabutNya segera.”


Pengalaman hidup sering mengajarkan kepadaku bahwa ketika cobaan atau musibah itu datang maka sang cobaan itu biasanya akan datang beruntun tanpa diundang dan tidak dapat dihindari.Pepatah lama yang mengatakan “sudah jatuh tertimpah tangga kena tahi ayam dan tersiram cat ” kayaknya memang benar adanya.Betapa tidak, ketika usahaku bangkrut dimana uang di dompet jumlah nominalnya persis tinggal lima belas ribu rupiah, maka seiring dengan itu maka cobaan lain pun datang beruntun, seperti beras di dapur tinggal ½ liter, minyak sayur tinggal ¼ kg, minyak goreng tinggal 4 sendok makan, minyak tanah tinggal setengah botol aqua, garam tinggal dua sendok obat batuk, dan listrik sudah diancam putus PLN. Semua alat-alat rumah tangga seperti TV, kursi, lemari, bahkan koleksi buku-buku kesayanganku terpaksa dijual harga kiloan demi menutupi kebutuhan dapur yang tidak boleh berhenti mengebul. Di tengah kegalauan seperti itu ketika aku keluar rumah aku pernah menemui seekor ikan bawal tergeletak di jalanan yang mungkin baru jatuh dari tas belanjaan orang pikirku.Instingku terus spontan menyuruhku untuk memungut ikan ini agar bisa menjadi menu makanan siang anak dan isteriku saat itu.Lama aku berdiri mematung dan berpikir sambil celangak celinguk ke kanan kiri siapa tahu ada orang yang mengenal dan melihatku ketika memasukkan ikan itu ke saku celana.Dengan berat hati dan kesedihan yang begitu mendalam akhirnya ikan tersebut kutinggalkan begitu saja, aku takut malu siapa tahu ternyata ada orang yang mengenalku pada saat mengambil ikan itu.Ternyata penderitaan tidak hanya sampai disitu, di dalam situasi yang serba kritis dan kekurangan tersebut tersebut cobaan bentuk lain datang menyusul seperti tali sandal pun putus, kepala tali pinggang patah, kepala resleting copot, atap rumah bocor, sumur kemasukan air kakus dan air got. Dalam situasi seperti ini sering aku galau dan bingung untuk memilih mana yang lebih dahulu diprioritaskan, membeli sembako untuk dapur atau mengganti semua yang serba rusak, bocor, copot dan patah tersebut.Itulah sebabnya aku berani menyimpulkan pepatah yang mengatakan bahwa “sudah jatuh tertimpah tangga kena tahi ayam dan tersiram cat” kayaknya benar adanya.Sekiranya iman ini lemah dan tidak memiliki rasa syukur mungkin sudah kuakhiri hidup ini dengan bunuh diri.Terbayang aku betapa malu dan menderitanya isteri dan anak-anakku jika niat bunuh diri itu akhirnya kulakukan. Apa bunuh diri itu bisa menyelesaikan semua persoalan, dan apa tidak ada pertanggungjawabannya di akherat nanti? Semua peristiwa di atas terjadi sepuluh tahun silam ketika anak-anakku masih usia sekolah TK.Kini anak-anakku sudah pada duduk di bangku SMP dan semuanya dapat ranking kelas.Boleh jadi karena rasa syukur yang kumiliki tersebutlah yang akhirnya bisa membuatku selamat melewati cobaan demi cobaan yang sangat berat tersebut. Atau di lain pihak, bisa jadi semua ini memang Tuhan telah mengatur semua scenario hidupku sehingga saat ini aku, isteri dan anak-anakku masih bisa menikmati hidup apa adanya ---meski cukup sederhana ---dan berhasil melewati medan kesulitan yang penuh deraian air mata dan jebakan-jebakan hidup yang menyesatkan. Ya Allah, hiasilah senantiasa lidah ini agar senantiasa bisa mengucap syukur dalam menghadapi berbagai cobaan bagaimana pun beratnya, agar aku bisa keluar dengan selamat melewati cobaan yang terkadang bisa membuat goyah imanku.Dan alihkanlah pandanganku mataku, hatiku, jiwaku, pikiranku agar senantiasa bisa melihat dan merasakan betapa masih banyak orang di sekitarku yang lebih menderita, lebih susah, lebih tersiksa, lebih merana, lebih sakit, lebih sedih,lebih pilu, lebih nelangsa, lebih miskin, lebih buruk, lebih jelek, lebih hitam, lebih legam, lebih lebih luka, lebih tersayat,lebih teriris dibandingkan aku sendiri.

Jika kita mau dan pandai bersyukur sebenarnya banyak sekali hal atau moment yang pantas disyukuri dalam hidup ini.Rasa syukur itu bukan saja kita ucapkan (panjatkan) tatkala kita punya rumah baru, mobil baru,jabatan baru, isteri cantik dan baru, anak sehat dan pintar dan lain sebagainya.Rasa syukur itu juga pantas kita ucapkan pada saat-saat kita “kebetulan” menemukan kembali sesuatu yang kita hargai (kartu kredit,KTP, SIM,STNK, BPKB, ijazah, flash disc, cincin, kunci misalnya) yang sebelumnya telah hilang entah jatuh di mana, entah dicuri orang, entah salah simpan dan berbagai kemungkinan lainnya. Padahal tadinya kita sudah hampir putus asa dan pusing tujuh keliling jika akhirnya sesuatu yang kita hargai tersebut hilang untuk selamanya. Kalimat “kebetulan” tersebut sengaja diberi tanda petik, karena pada hakekatnya tidak ada satu peristiwa pun yang terjadi di dunia ini terjadi secara kebetulan begitu saja tanpa ada unsur campur tangan Tuhan dengan persoalan-persoalan hidup kita.Pendek kata tidak ada sehelai daun pun yang jatuh di muka bumi ini tanpa seizin dan sepengetahuanNya, apa lagi peristiwa mengorbitnya ribuan gugusan planet pada garis edarnya masing-masing. Sehubungan dengan kasus ditemukannya kembali sesuatu yang sebelumnya telah kita anggap hilang tersebut, ditinjau dari dimensi spiritual dapat dikatakan Tuhan memang sengaja menemukan kita atas sesuatu yang pernah hilang tersebut.Seandainya telah ditetapkanNya bahwa kita tidak akan bisa menemuinya lagi,maka sekeras apa pun upaya kita untuk mencarinya maka kita tidak akan pernah menemukannya kembali.Umpama kita kehilangan sebuah jarum di sebuah kegelapan, jika Tuhan sebelumnya telah menetapkan bahwa kita akan menemukannya kembali maka dengan sendirinya kita akan begitu mudah menemukannya kembali.Begitu juga sebaliknya, sebesar apa pun mobil atau rumah kita jika telah ditetapkanNya bahwa pada suatu saat mobil atau rumah tersebut akan hilang dari kita maka dengan sendirinya kita tidak akan pernah menemukannya sampai kapanpun.Tragedi tsunami yang terjadi beberapa tahun silam sungguh menyadarkan kita bahwa semua harta benda kita bisa hilang seketika ditelan gelombang air yang maha dahsyat. Kembali lagi ke kasus tentang ditemukannya kembali sesuatu yang pernah hilang tersebut, bisa jadi Tuhan memang sengaja membuat skenario sedemikian rupa agar kita senantiasa menjadi orang yang tahu bersyukur padaNya.Jika dikaji lebih jauh, memang sudah selayaknya kita setiap hari memanjatkan syukur padaNya.Tidakkah terpikirkan kita selama ini bahwa pada hakekatnya setiap hari kita kehilangan “ruh” kita saat tidur-tidur kita.Dapatkah atau kuasakah kita membangunkan diri sendiri jika Tuhan tidak turun campur tangan membangunkan dari tidur-tidur kita?Oleh hanya suatu “kebetulan” saja Tuhan Yang Maha Hidup masih berkenan mengembalikan ruh kita ---sebenarnya lebih tepat ruhnya Allah karena awalnya kita memang tidak memilik ruh---ke jasad kita sehingga kita masih bisa terbangun sebagaimana biasa agar kita dapat melanjutkan sisa-sisa hidup yang telah ditetapkanNya.Nah, sekiranya secara “kebetulan” (telah ditakdirkan oleh Nya) bahwa “ruh” kita “hilang” (dicabut kembali olehNya) dari jasad kita, maka dengan sendirinya kita pun akhirnya tidak akan pernah bangun-bangun lagi karena telah memasuki proses tidur panjang alias MATI!Karena itu, ketika kita besok hari masih diberi kesempatan olehNya untuk bangun pagi, sudah selayaknyalah kita panjatkan puji syukur kehadiratNya, karena kita masih bisa bertemu dengan orang-orang yang kita kasihi,cintai dan sayangi, masih bisa mendengar merdunya kicauan burung pagi hari, masih bisa merasakan lembutnya embun pagi, masih bisa merasakan hangatnya sinar sang mentari, masih bisa mencium semerbaknya bebungaan. Sementara di sekitar kita banyak orang tidak bisa menikmati semua kenikmatan itu karena telah tertidur untuk selamanya.Betapa juga , sungguh tidak berlebihan jika Allah pernah menegaskan ,” Dan ingatlah ketika Tuhanmu menegaskan, jika kamu benar-benar bersyukur,maka pasti Aku tambah bagi kamu nikmatKu; dan jika kamu benar-benar ingkar, maka sesungguhnya azab- Ku amat pedih.((QS,14:7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Anda berkomentar dengan objektif.